Severity: Notice
Message: Undefined variable: link
Filename: controllers/About_b3.php
Line Number: 74
Backtrace:
File: /home/karawan1/das-b3.com/application/controllers/About_b3.php
Line: 74
Function: _error_handler
File: /home/karawan1/das-b3.com/index.php
Line: 316
Function: require_once
Severity: Notice
Message: Undefined variable: link1
Filename: controllers/About_b3.php
Line Number: 75
Backtrace:
File: /home/karawan1/das-b3.com/application/controllers/About_b3.php
Line: 75
Function: _error_handler
File: /home/karawan1/das-b3.com/index.php
Line: 316
Function: require_once
Severity: Notice
Message: Undefined variable: link2
Filename: controllers/About_b3.php
Line Number: 76
Backtrace:
File: /home/karawan1/das-b3.com/application/controllers/About_b3.php
Line: 76
Function: _error_handler
File: /home/karawan1/das-b3.com/index.php
Line: 316
Function: require_once
Severity: Notice
Message: Undefined variable: link3
Filename: controllers/About_b3.php
Line Number: 77
Backtrace:
File: /home/karawan1/das-b3.com/application/controllers/About_b3.php
Line: 77
Function: _error_handler
File: /home/karawan1/das-b3.com/index.php
Line: 316
Function: require_once
Menurut Undang-undang no 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah zat, energi, dan/ataukomponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain. Sedangkan Limbah bahan berbahaya dan beracun, yang selanjutnya disebut Limbah B3, adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3. Pengelolaan limbah B3 adalah kegiatan yang meliputi pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan
Sesuai dengan definisi dan kriteria limbah diatas dapat disimpulkan limbah B3 memiliki beberapa kriteria yang termasuk kategori peraturan tentang pengendalian air, tanah dan atau udara. Apabila limbah cair yang mengandung logam berat dapat diolah dengan water treatment dan dapat memenuhi standat effluent limbah maka limbah tersebut tidak dikatakan sebagai limbah B3 tetapi dikategorikan limbah cair yang pengawasannya diatur oleh Pemerintah.
Berdasarkan hal itu, maka identifikasi limbah B3 diperlukan untuk
1. mengklasifikasikan atau menggolongkan apakah limbah tersebut termasuk limbah B3 atau bukan.
2. menentukan sifat limbah tersebut agar dapat ditentukan metode penanganan, penyimpanan, pengolahan, pemanfaatan atau penimbunan.
3. menganalisis potensi dampak yang ditimbulkan tehadap lingkungan, atau kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya
Tahapan yang dilakukan dalam identifikasi limbah B3 adalah sebagai berikut:
1. Mencocokkan jenis limbah dengan daftar jenis limbah B3 sebagaimana ditetapkan pada lampiran Peraturan Pemerintah No101 tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun
2. Apabila tidak termasuk dalam jenis limbah B3 seperti termuat pada lampiran tersebut, maka perlu diperiksa apakah limbah tersebut memiliki karakteristik: mudah meledak, mudah terbakar, beracun, bersifat reaktif, menyebabkan infeksi dan atau bersifat infeksius.
3. Apabila kedua tahap diatas telah dilaksanakan dan ternyata limbah tidak termasuk dalam limbah B3, maka dilakukan uji toksikologi.
Limbah B3 digolongkan ke dalam 2 (dua) kategori, yaitu:
1. Berdasarkan sumber
a. Limbah B3 dari sumber tidak spesifik;
b. Limbah B3 dari B3 kedaluwarsa, B3 yang tumpah, B3 yang tidak memenuhi spesifikasi produk yang akan dibuang, dan bekas kemasan B3; dan
c. Limbah B3 dari sumber spesifik.
d. Limbah B3 dari sumber spesifik umum; dan
e. Limbah B3 dari sumber spesifik khusus.
2. Berdasarkan karakteristik limbah B3 sesuai dengan PP No. 101 tahun 2014, yaitu:
a. Limbah Mudah Meledak atau Eksplosive Waste
Definisi limbah mudah meledak adalah limbah yang karena reaksi kimia dapat menghasilkan gas dengan cepat, suhu yang tinggi dan tekanan yang juga tinggi sehingga merusak lingkungan sekitarnya, contoh limbah dari pabrik yang menghasilkan bahan eksplosif, dan limbah kimia khusus dari laboratorium seperti asam prikat. Limbah mudah meledak berbahaya, baik pada saat proses awal sampai saat pembuangannya. Limbah mudah meledak dapat menimbulkan reaksi hebat, dapat membahayakan makhluk hidup dan merusak lingkungan.
b. Limbah Mudah Menyala/ Terbakar atau Flammable Waste
Definisi limbah mudah menyala/terbakar adalah limbah yang apabila didekatkan dengan api, percikan api, gesekan atau sumber nyala lain akan mudah menyala/terbakar dan apabila telah menyala akan terjadi kebakaran besar dalam jangka waktu yang lama. Limbah ini berbahaya apabila terjadi kontak dengan buangan gas yang panas dari kendaraan, rokok atau sumber api lain karena dapat menimbulkan kebakaran yang tidak terkendalikan baik didalam kendaraan pengangkut maupun dilokasi penimbunan limbah, contoh limbah ini adalah pelarut seperti benzena, toluena atau aseton. Limbah-limbah ini berasal dari pabrik cat, pabrik tinta dan kegiatan lain yang menggunakan pelarut tersebut; antara lain pembersihan metal dari lemak/minyak, serta laboratorium kimia.
c. Limbah Pengoksidasi atau Oxidizing Waste
Limbah pengoksidasi berbahaya karena dapat menghasilkan oksigen sehingga dapat menyebabkan kebakaran. Kategori limbah pengoksidasi adalah limbah yang menyebabkan/ menimbulkan kebakaran karena melepaskan oksigen dan limbah peroksida atau organik yang tidak stabil dalam keadaan suhu tinggi, contoh: zat-zat kimia tertentu yang digunakan di laboratorium seperti magnesium, perklorat, dan metil etil keton peroksida.
d. Limbah Yang Menimbulkan Korosi/Karat atau Corrosive Waste
Limbah jenis ini berbahaya karena dapat melukai, membakar kulit dan mata. Tambahan lagi, dapat membahayakan pekerja dilokasi pengelolaan atau ke lingkungan melalui drum berkarat yang berisi limbah jenis ini. Definisi limbah yang menimbulkan korosi adalah limbah yang dalam kondisi asam atau basa (ph < 2 atau ph > 12.5) dapat menyebabkan nekrosis (terbakar) pada kulit atau dapat menimbulkan karat pada baja, contoh sisa-sisa asam/cuka, asam sulfat yang biasa digunakan dalam pembuatan baja terutama untuk membersihkan kerak dan karat. Sisa-sisa asam ini memerlukan pembuangan atau limbah pembersih yang bersifat basa atau alkaline, limbah ini dihasilkan dari kegiatan pembersihan seperti sodium hidroksida yang digunakan untuk membersihkan produk metal yang akan dicat atau dilapisi bahan lain (electroplated); dan limbah asam dari baterai. Limbah asam dihasilkan dari kegiatan pendaur ulangan baterai mobil (accu) bekas.
e. Limbah beracun atau Toxic Waste
Limbah beracun berbahaya karena mengandung zat pencemar kimia yang beracun bagi manusia dan lingkungan. Limbah beracun dapat tercuci dan masuk kedalam air tanah sehingga dapat mencemari sumur penduduk disekitarnya dan berbahaya bagi penduduk yang menggunakan air tersebut. Selain itu, debu dari limbah ini dapat terhirup oleh para petugas dan masyarakat disekitar lokasi limbah. Limbah beracun juga dapat terserap kedalam tubuh pekerja melalui kulit.
Limbah ini dikatakan beracun apabila limbah tersebut dapat langsung meracuni manusia atau mahluk hidup lain. Salah satu contohnya adalah pestisida, atau limbah yang mengandung logam berat atau mengandung gas beracun.
Definisi limbah beracun adalah senyawa kimia yang beracun bagi manusia atau lingkungan hidup, baik untuk jangka panjang maupun jangka pendek.
f. Limbah Yang Dapat Menimbulkan Penyakit atau Infectious Waste
Limbah yang dapat menimbulkan penyakit berbahaya karena mengandung kuman penyakit seperti hepatitis dan kolera yang ditularkan pada pekerja, pembersih jalan dan masyarakat di sekitar lokasi pembuangan limbah.
Definisi limbah adalah bagian tubuh manusia, cairan dari tubuh orang yang terkena infeksi dan limbah dari laboratorium yang terinfeksi kuman penyakit yang dapat menular. Contoh limbah jenis ini adalah bagian tubuh manusia seperti anggota badan yang diamputasi dan organ tubuh manusia yang dibuang dari rumah sakit/ klinik; cairan tubuh manusia seperti darah dari rumah sakit/ klinik; bangkai hewan yang ditemukan terinfeksi; darah dan jaringan sebagai contoh dari laboratorium.
Tujuan pengelolaan limbah B3 adalah untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah B3 serta melakukan pemulihan kualitas lingkungan yang sudah tercemar sehingga sesuai dengan fungsinya kembali.
Prinsip pengelolaan limbah B3 yaitu from cradle to grave artinya pencegahan pencemaran yang dilakukan dari sejak dihasilkannya limbah B3 sampai dengan di timbun / dikubur. Seperti diketahui proses penanganan limbah B3 meliputi dihasilkan, dikemas, digudangkan / penyimpanan, ditransportasikan, di daur ulang, diolah, dan ditimbun / dikubur. Pada setiap fase pengelolaan limbah tersebut ditetapkan upaya pencegahan pencemaran terhadap lingkungan disesuaikan dengan karakteristiknya. Prinsip from cradle to grave akan dijelaskan lagi pada bab Green Manufaktur
Prosedur Pengelolaan Limbah B3
Setiap aktifitas tahapan pengelolaan limbah B3 harus mendapatkan perizinan dan dilaporkan ke Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Tata cara Perizinan Pengelolaan Limbah B3 mengacu pada Peraturan Menteri Negara Lingkungan No 18 tahun 2009 tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Pengolahan limbah B3 harus memenuhi persyaratan lokasi pengolahan. Pengolahan B3 dapat dilakukan di dalam lokasi penghasil limbah atau di luar lokasi penghasil limbah. Syarat lokasi pengolahan di dalam area penghasil harus daerah bebas banjir dan jarak dengan fasilitas umum minimum 50 meter.
Syarat lokasi pengolahan di luar area penghasil harus daerah bebas banjir, jarak dengan jalan utama/tol minimum 150 m atau 50 m untuk jalan lainnya, jarak dengan daerah beraktivitas penduduk dan aktivitas umum minimum 300 m, jarak dengan wilayah perairan dan sumur penduduk minimum 300 m, dan jarak dengan wilayah terlindungi seperti: cagar alam, hutan lindung minimum 300 m.
Fasilitas pengolahan limbah B3 harus menerapkan sistem operasi, meliputi:
a. sistem keamanan fasilitas;
b. sistem pencegahan terhadap kebakaran;
c. sistem penanggulangan keadaan darurat;
d. sistem pengujian peralatan;
e. sistem pelatihan karyawan.
Keseluruhan sistem tersebut harus terintegrasi dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam pengolahan limbah B3 mengingat jenis limbah yang ditangani adalah limbah yang dalam volume atau kuntitas kecil pun dapat berdampak besar terhadap lingkungan.
Setiap limbah B3 harus diidentifikasi dan dilakukan uji analisis kandungan guna menetapkan prosedur yang tepat dalam pengolahan limbah tersebut. Setelah uji analisis kandungan dilaksanakan, barulah dapat ditentukan metode yang tepat guna pengolahan limbah tersebut sesuai dengan karakteristik dan kandungan limbah.
Setiap kegiatan pengelolaan limbah B3 harus mendapatkan perizinan dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan setiap aktivitas tahapan pengelolaan limbah B3 harus dilaporkan ke KLH. Untuk aktivitas pengelolaan limbah B3 di daerah, aktivitas kegiatan pengelolaan selain dilaporkan ke KLH juga ditembuskan ke Bapedalda setempat.
pengolahan limbah B3 mengacu kepada Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) Nomor Kep-03/BAPEDAL/09/1995 tertanggal 5 September 1995 tentang Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Pengolahan limbah B3 harus memenuhi persyaratan:
Lokasi pengolahan
Pengolahan B3 dapat dilakukan di dalam lokasi penghasil limbah atau di luar lokasi penghasil limbah. Syarat lokasi pengolahan di dalam area penghasil harus:
Syarat lokasi pengolahan di luar area penghasil harus:
Fasilitas pengolahan
Fasilitas pengolahan harus menerapkan sistem operasi, meliputi:
Keseluruhan sistem tersebut harus terintegrasi dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam pengolahan limbah B3 mengingat jenis limbah yang ditangani adalah limbah yang dalam volume kecil pun berdampak besar terhadap lingkungan.
Penanganan limbah B3 sebelum diolah
Setiap limbah B3 harus diidentifikasi dan dilakukan uji analisis kandungan guna menetapkan prosedur yang tepat dalam pengolahan limbah tersebut. Setelah uji analisis kandungan dilaksanakan, barulah dapat ditentukan metode yang tepat guna pengolahan limbah tersebut sesuai dengan karakteristik dan kandungan limbah.
Pengolahan limbah B3
Jenis perlakuan terhadap limbah B3 tergantung dari karakteristik dan kandungan limbah. Perlakuan limbah B3 untuk pengolahan dapat dilakukan dengan proses sbb:
Proses secara kimia, meliputi: redoks, elektrolisa, netralisasi, pengendapan, stabilisasi, adsorpsi, penukaran ion dan pirolisa.
Proses secara fisika, meliputi: pembersihan gas, pemisahan cairan dan penyisihan komponen-komponen spesifik dengan metode kristalisasi, dialisa, osmosis balik, dll.
Proses stabilisas/solidifikasi, dengan tujuan untuk mengurangi potensi racun dan kandungan limbah B3 dengan cara membatasi daya larut, penyebaran, dan daya racun sebelum limbah dibuang ke tempat penimbunan akhir.
Proses insinerasi, dengan cara melakukan pembakaran materi limbah menggunakan alat khusus insinerator dengan efisiensi pembakaran harus mencapai 99,99% atau lebih. Artinya, jika suatu materi limbah B3 ingin dibakar (insinerasi) dengan berat 100 kg, maka abu sisa pembakaran tidak boleh melebihi 0,01 kg atau 10 gr.
Tidak keseluruhan proses harus dilakukan terhadap satu jenis limbah B3, tetapi proses dipilih berdasarkan cara terbaik melakukan pengolahan sesuai dengan jenis dan materi limbah.
Hasil pengolahan limbah B3
Memiliki tempat khusus pembuangan akhir limbah B3 yang telah diolah dan dilakukan pemantauan di area tempat pembuangan akhir tersebut dengan jangka waktu 30 tahun setelah tempat pembuangan akhir habis masa pakainya atau ditutup.
Perlu diketahui bahwa keseluruhan proses pengelolaan, termasuk penghasil limbah B3, harus melaporkan aktivitasnya ke KLH dengan periode triwulan (setiap 3 bulan sekali).
Terdapat banyak metode pengolahan limbah B3 di industri, tiga metode yang paling populer di antaranya ialah chemical conditioning, solidification/Stabilization, danincineration.
1. Chemical Conditioning
Salah satu teknologi pengolahan limbah B3 ialah chemical conditioning. TUjuan utama dari chemical conditioning ialah:
Menstabilkan senyawa-senyawa organik yang terkandung di dalam lumpur.
Mereduksi volume dengan mengurangi kandungan air dalam lumpur.
Mendestruksi organisme patogen.
Memanfaatkan hasil samping proses chemical conditioningyang masih memiliki nilai ekonomi seperti gas methane yang dihasilkan pada proses digestion.
Mengkondisikan agar lumpur yang dilepas ke lingkungan dalam keadaan aman dan dapat diterima lingkungan.
Chemical conditioning terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut:
Concentration thickening
Tahapan ini bertujuan untuk mengurangi volume lumpur yang akan diolah dengan cara meningkatkan kandungan padatan. Alat yang umumnya digunakan pada tahapan ini ialah gravity thickener dan solid bowl centrifuge. Tahapan ini pada dasarnya merupakan tahapan awal sebelum limbah dikurangi kadar airnya pada tahapan de-watering selanjutnya. Walaupun tidak sepopuler gravity thickener dan centrifuge, beberapa unit pengolahan limbah menggunakan proses flotation pada tahapan awal ini.
Treatment, stabilization, and conditioning
Tahapan kedua ini bertujuan untuk menstabilkan senyawa organik dan menghancurkan patogen. Proses stabilisasi dapat dilakukan melalui proses pengkondisian secara kimia, fisika, dan biologi. Pengkondisian secara kimia berlangsung dengan adanya proses pembentukan ikatan bahan-bahan kimia dengan partikel koloid. Pengkondisian secara fisika berlangsung dengan jalan memisahkan bahan-bahan kimia dan koloid dengan cara pencucian dan destruksi. Pengkondisian secara biologi berlangsung dengan adanya proses destruksi dengan bantuan enzim dan reaksi oksidasi. Proses-proses yang terlibat pada tahapan ini ialahlagooning, anaerobic digestion, aerobic digestion, heat treatment,polyelectrolite flocculation, chemical conditioning, dan elutriation.
De-watering and drying
De-watering and drying bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi kandungan air dan sekaligus mengurangi volume lumpur. Proses yang terlibat pada tahapan ini umumnya ialah pengeringan dan filtrasi. Alat yang biasa digunakan adalah drying bed, filter press, centrifuge, vacuum filter, dan belt press.
Disposal
Disposal ialah proses pembuangan akhir limbah B3. Beberapa proses yang terjadi sebelum limbah B3 dibuang ialah pyrolysis,wet air oxidation, dan composting. Tempat pembuangan akhir limbah B3 umumnya ialah sanitary landfill, crop land, atauinjection well.
2. Solidification/Stabilization
Di samping chemical conditiong, teknologi solidification/stabilization juga dapat diterapkan untuk mengolah limbah B3. Secara umum stabilisasi dapat didefinisikan sebagai proses pencapuran limbah dengan bahan tambahan (aditif) dengan tujuan menurunkan laju migrasi bahan pencemar dari limbah serta untuk mengurangi toksisitas limbah tersebut. Sedangkan solidifikasi didefinisikan sebagai proses pemadatan suatu bahan berbahaya dengan penambahan aditif. Kedua proses tersebut seringkali terkait sehingga sering dianggap mempunyai arti yang sama. Proses solidifikasi/stabilisasi berdasarkan mekanismenya dapat dibagi menjadi 6 golongan, yaitu:
Teknologi solidikasi/stabilisasi umumnya menggunakan semen, kapur (CaOH2), dan bahan termoplastik. Metoda yang diterapkan di lapangan ialah metoda in-drum mixing, in-situ mixing, dan plant mixing. Peraturan mengenai solidifikasi/stabilitasi diatur oleh BAPEDAL berdasarkan Kep-03/BAPEDAL/09/1995 dan Kep-04/BAPEDAL/09/1995.
Macroencapsulation,yaitu proses dimana bahan berbahaya dalam limbah dibungkus dalam matriks struktur yang besar
Microencapsulation, yaitu proses yang mirip macroencapsulation tetapi bahan pencemar terbungkus secara fisik dalam struktur kristal pada tingkat mikroskopik
Precipitation
Adsorpsi, yaitu proses dimana bahan pencemar diikat secara elektrokimia pada bahan pemadat melalui mekanisme adsorpsi.
Absorbsi, yaitu proses solidifikasi bahan pencemar dengan menyerapkannya ke bahan padat.
Detoxification, yaitu proses mengubah suatu senyawa beracun menjadi senyawa lain yang tingkat toksisitasnya lebih rendah atau bahkan hilang sama sekali.
3.Incineration
Teknologi pembakaran (incineration ) adalah alternatif yang menarik dalam teknologi pengolahan limbah. Insinerasi mengurangi volume dan massa limbah hingga sekitar 90% (volume) dan 75% (berat). Teknologi ini sebenarnya bukan solusi final dari sistem pengolahan limbah padat karena pada dasarnya hanya memindahkan limbah dari bentuk padat yang kasat mata ke bentuk gas yang tidak kasat mata. Proses insinerasi menghasilkan energi dalam bentuk panas. Namun, insinerasi memiliki beberapa kelebihan di mana sebagian besar dari komponen limbah B3 dapat dihancurkan dan limbah berkurang dengan cepat. Selain itu, insinerasi memerlukan lahan yang relatif kecil.
Aspek penting dalam sistem insinerasi adalah nilai kandungan energi (heating value) limbah. Selain menentukan kemampuan dalam mempertahankan berlangsungnya proses pembakaran, heating value juga menentukan banyaknya energi yang dapat diperoleh dari sistem insinerasi. Jenis insinerator yang paling umum diterapkan untuk membakar limbah padat B3 ialah rotary kiln, multiple hearth, fluidized bed, open pit, single chamber,multiple chamber, aqueous waste injection, dan starved air unit. Dari semua jenis insinerator tersebut, rotary kiln mempunyai kelebihan karena alat tersebut dapat mengolah limbah padat, cair, dan gas secara simultan.
Undang – Undang RI No. 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup : Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkan (Pasal 59 ayat 1).
PP No. 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah B3 : penghasil, pengumpul, pengangkut, pemanfaat, pengolah dan/atau penimbun limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 sesuai ketentuan yang berlaku ( Pasal 9 s/d Pasal 26 ).
PP No. 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah B3 : Setiap badan usaha yang melakukan kegiatan pengelolaan limbah B3 wajib memiliki izin dan atau rekomendasi pengelolaan LB3 ( Pasal 40 ayat 1 ).
Undang – Undang RI No. 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup : Setiap orang yang melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa izin, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 3 tahun dan denda paling sedikit satu milyar rupiah dan paling banyak tiga milyar rupiah ( Pasal 102 ).
Undang – Undang RI No. 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup : Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan limbah B3, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 3 tahun dan denda paling sedikit satu milyar rupiah dan paling banyak tiga milyar rupiah (Pasal 103).